Islam mengajarkan bahwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan adalah peristiwa astronomi yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, tidak berkaitan dengan nasib buruk seseorang atau suatu negara. Sejumlah peristiwa Gerhana Matahari telah terjadi di Indonesia, baik Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Sebagian, Gerhana Matahari Cincin, Gerhana Bulan Total, maupun Gerhana Bulan Sebagian. Peristiwa gerhana tersebut harus disikapi secara ilmiah dan dituntunkan untuk berzikir melalui salat gerhana.
Dasar Salat Gerhana
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَسَفَتِ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً فَنَادَى أَنِ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ … … … ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أَوْ بِأَحَدِهِمَا فَأَفْزَعُوا إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِذِكْرِ الصَّلاَةِ [رواه النسائي] .
Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan aṣ-ṡalātu jāmi‘ah. Kemudian orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir …., kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam. Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah, kemudian bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Oleh karena itu apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui salat [H.R. an-Nasāī].
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ [رواه مسلم].
Dari ‘Aisyah, istri Nabi saw, (diriwayatkan) ia berkata: Pernah terjadi gerhana Matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid, kemudian berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau. Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surah) yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allāhu li man ḥamidah, rabbanā wa lakal-ḥamd, lalu berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah dan surah) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami‘allāhu li man ḥamidah, rabbanā wa lakal-ḥamd, kemudian beliau sujud. Sesudah itu pada rakaat terakhir (kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud. Lalu Matahari terang (lepas dari gerhana) sebelum beliau selesai salat. Kemudian sesudah itu beliau berdiri dan berkhutbah kepada para jamaah di mana beliau mengucapkan pujian kepada Allah sebagaimana layaknya, kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah salat [H.R. Muslim].
Waktu Salat Gerhana dan Orang yang Dapat Mengerjakannya
Salat gerhana dilaksanakan pada saat terjadi gerhana sampai dengan usai gerhana, baik pada saat gerhana Matahari maupun gerhana Bulan, pada gerhana total atau gerhana sebagian. Apabila gerhana usai sementara salat masih ditunaikan, maka salat tetap dilanjutkan dengan memperpendek bacaan.
Orang yang dapat mengerjakan salat gerhana adalah mereka yang mengalami gerhana atau berada di kawasan yang dilintasi gerhana. Orang yang berada di kawasan yang tidak dilintasi gerhana tidak dituntunkan mengerjakan salat gerhana. [sumber: Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 19 Tahun 2008].
Namun dalam kasus gerhana penumbral, tidak disunahkan melakukan salat gerhana bulan. Hal ini karena pada gerhana penumbral piringan bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak ada bagian yang terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana.
Pada dasarnya, salat gerhana bulan dapat dilaksanakan pada saat gerhana bulan sebagian mulai sampai dengan saat gerhana bulan sebagian berakhir. Untuk gerhana bulan yang terjadi pada hari Rabu, 14 Syawal 1442 H/26 Mei 2021 M yang akan datang, salat gerhana dapat dilakukan sesudah Magrib atau sesudah Isyak sesuai dengan waktu terjadinya gerhana dan waktu salat di kota masing-masing. Sebagai contoh di Merauke, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 18.44 WIT, sementara waktu salat Magrib sekitar pukul 17.28 WIT dan waktu Isyak sekitar pukul 18.42 WIT, sehingga salat gerhana baru dapat dilaksanakan sesudah salat Isyak sampai dengan akhir gerhana sebagian pukul 21.52 WIT. Adapun di Makassar, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 17.44 WITA, sementara waktu Magrib sekitar pukul 17.57 WITA dan waktu Isyak sekitar pukul 19.10 WITA, sehingga salat gerhana dapat dilaksanakan setelah salat Magrib atau setelah salat Isyak sampai dengan akhir gerhana sebagian pukul 20.52 WITA. Sedangkan di Medan, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 16.44 WIB, sementara waktu Magrib sekitar pukul 18.33 WIB dan waktu Isyak sekitar pukul 19.48 WIB, sehingga salat gerhana hanya dapat dilaksanakan setelah salat Magrib sampai dengan akhir gerhana sebagian pukul 19.52 WIB atau sampai dengan waktu Isyak.
Tata Cara Salat Gerhana
Salat gerhana dilaksanakan secara berjamaah, tanpa adzan dan iqamah. Dilaksanakan dua rakaat, pada setiap rakaat melakukan rukuk, qiyam dan sujud dua kali. Salat gerhana boleh dilakukan di tanah lapang ataupun di masjid. Urutan tata cara salat gerhana adalah sebagai berikut:
- Imam menyerukan aṣ-ṣalātu jāmi‘ah.
- Takbiratulihram.
- Membaca doa iftitah.
- Membaca taawuz, basmalah lalu membaca surah al-Fatihah dan surah panjang* dengan jahar.
- Rukuk, dengan membaca tasbih yang lama.
- Mengangkat kepala dengan membaca sami‘allāhu li man ḥamidah, makmum membaca rabbanā wa lakal-ḥamd.
- Berdiri tegak, lalu membaca al-Fatihah dan surah panjang* tetapi lebih pendek dari yang pertama.
- Rukuk, sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singkat dari yang pertama.
- Bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu li man hamidah, rabbana wa lakal-hamd.
- Sujud.
- Duduk di antara dua sujud.
- Sujud.
- Bangkit dari sujud, berdiri tegak mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama tanpa membaca doa iftitah.
- Salam.
- Setelah salat, imam berdiri menyampaikan khutbah satu kali yang berisi nasihat serta peringatan terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah serta mengajak memperbanyak istigfar, sedekah dan berbagai amal kebajikan.
* Dalam kondisi pandemi, panjang surat yang dibaca bisa diperpendek untuk menghindarkan diri dari penularan covid-19
Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19 Pada Saat Shalat Gerhana Bulan
Dengan berpedoman kepada Surat Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19, Nomor 04/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Salat Idulfitri dalam Kondisi Darurat Covid-19, Nomor 05/EDR/I.0/E/2020, tentang Tuntunan Ibadah (Lanjutan) Pada Masa Pandemi Covid-19, Nomor 06/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Iduladha dan Kurban pada Masa Pandemi Covid-19, Nomor 01/EDR/I.0/E/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Persyarikatan Selama PPKM dan Tuntunan Vaksin, dan Nomor 03/EDR/I.0/E/2021 tentang Tuntunan Ibadah Ramadan 1442 H/2021 M dalam Kondisi Darurat Covid-19, salat gerhana dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut,
- Bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya ada penularan Covid-19, salat gerhana dapat dilaksanakan di rumah masing-masing bersama keluarga.
- Bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada penularan Covid-19, salat gerhana dapat dilaksanakan di masjid, musala, langgar, atau tempat lainnya yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
- Salat gerhana yang dilaksanakan di masjid, musala, langgar, atau tempat lainnya harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat, antara lain:
- Masjid, musala, langgar, atau tempat salat lainnya harus bersih dan steril.
- Hanya boleh diikuti oleh jamaah yang bertempat tinggal di sekitar masjid, musala, langgar, atau tempat salat lainnya.
- Batas maksimal jumlah jamaah adalah 30% (atau maksimal ±50 orang) dari kapasitas masjid, musala, langgar, atau tempat salat lainnya.
- Anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit dan orang yang memiliki penyakit comorbid tidak dianjurkan mengikuti salat gerhana berjamaah di masjid, musala, langgar, atau tempat salat lainnya.
- Sudah berwudu dan memakai masker sejak dari rumah.
- Memakai dan atau membawa peralatan salat sendiri.
- Menjaga jarak dan tidak berkerumun.
- Mengukur suhu tubuh serta mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk masjid, musala, langgar, atau tempat salat lainnya.
- Salat dengan saf berjarak dan tetap memakai masker.
- Salat dilakukan dengan durasi yang tidak terlalu panjang dengan cara memilih bacaan surah al-Qur’an yang lebih pendek daripada pilihan surah panjang yang dituntunkan pada salat gerhana dalam situasi normal.
- Khutbah dilakukan secara ringkas.
- Jamaah kembali ke rumah masing-masing secara tertib dan tidak menimbulkan kerumunan.
- Bagi masyarakat yang melakukan pengamatan gerhana bulan hendaknya tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19 seperti mengukur suhu tubuh sebelum masuk lokasi, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jaga jarak, tidak berkerumun dan lain-lain.
*Sumber: Edaran Majelis Tarjih, Pimpinan Pusat Muhammadiyah