Loading...
Arahan

Maklumat Penetapan Ramadlan 1444 H.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi telah mengumumkan penetapan awal Bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah Tahun 1444 Hijriah. Pengumuman tersebut disampaikan pada acara Konferensi Pers bertempat di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta, Senin (6/2).

Dalam konferensi pers tersebut, Muhammadiyah mengeluarkan Maklumat Nomor 1/MLM/1.0/E/2023 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah. Lewat maklumat yang keluar pada 21 Januari 2023, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1444 Hijriah jatuh pada Kamis Pon, 23 Maret 2023. Untuk 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat Pahing, 21 April 2023. Sedangkan 1 Zulhijah 1444 Hijriah jatuh pada Senin Legi, 19 Juni 2023.

“Dengan keputusan ini maka khusus bagi warga Muhammadiyah akan punya rujukan yang pasti dan jauh sebelumnya akan mengikuti apa yang telah menjadi keputusan PP Muhammadiyah. Kepada warga masyarakat dan umat Islam tentu monggo ini menjadi rujukan dalam mengambil keputusan untuk awal Ramadhan, satu Syawal, 1 Dzulhijjah, 9 Dzulhijjah, dan 10 Dzulhijjah sesuai dengan keyakinan dan ijtihad yang mereka ambil,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat menyampaikan Konferensi Pers.

Selain itu, Haedar menyebut tahun 1444 Hijriah ini, berpotensi akan terjadi perbedaan penetapan Syawal dan Zulhijah. Perbedaan ini terjadi karena metode yang digunakan oleh Muhammadiyah dengan pemerintah. Terkait hal itu, maka Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini berpesan kepada warga Persyarikatan dan umat Islam di Indonesia agar saling berkomitmen untuk menghormati, menghargai, dan toleran dengan terjadinya perbedaan.

“Kita punya pengalaman berbeda dalam hal satu Ramadhan, satu Syawal, 10 Dzulhijjah, sehingga perbedaan itu Jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru. Artinya kita sudah terbiasa dengan perbedaan lalu timbul penghargaan dan kearifan. Juga karena perbedaan ini merupakan hasil dari Ijtihad yang sudah menjadi watak umat Islam dalam hal-hal yang menyangkut ikhtilaf atau perbedaan dalam praktek menjalankan agama,” ucapnya.

BACA JUGA:   Waktu Shubuh

Sebab itu, dirinya mengingatkan kepada warga Persyarikatan dan umat Islam di Indonesia agar jangan dijadikan perbedaan itu sebagai wahana menciptakan perpecahan di tubuh bangsa. Sebab perbedaan merupakan keniscayaan yang harus diterima dengan mengedepankan sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

“Jangan dianggap sebagai sumber perpecahan. Jangan dianggap sebagai sumber yang membuat kita umat Islam dan warga bangsa lalu retak, karena ini menyangkut Ijtihad yang menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan perjalanan sejarah umat Islam yang satu sama lain saling paham, saling menghormati, dan saling menghargai,” katanya.

Dalam menetapkan awal bulan, Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Menurutnya, dengan metode tersebut berdasarkan sumber primer Al-Qur’an dan Al-Sunnah Al-Maqbulah sebagai salah satu dasar keilmuan dan keislaman yang kokoh. Sehingga, pengambilan keputusan itu sungguh memiliki dasar diniyah (keagamaan) yang kuat bukan hanya bersifat rasionalitas ilmu semata.

“Jadi kuat dasar keagamaannya atau di dalamnya adalah syariahnya tetapi juga kuat dalam ilmu pengetahuan dan penggunaan rasionalitas serta berbagai aspek keilmuan lainnya. Dengan demikian maka Ijtihad yang diambil oleh Muhammadiyah dengan Wujudul Hilal adalah Ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan, secara keagamaan secara keilmuan, bahkan dalam kepentingan kemaslahatan umum,” tukasnya.

Haedar menekankan inti dari semua ini berupa ibadah. Sehingga dalam menyongsong Bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, diharapkan umat Islam dapat betul-betul khusyuk dalam beribadah. Jangan mempersoalkan hal ihwal perbedaan awal penetapan, justru dengan adanya perbedaan itu makin memperkokoh diri sebagai Muslim secara pribadi atau umat Islam secara kolektif.

“Jadikan semuanya itu proses ibadah yang membuat kita kaum muslim itu semakin taqarrub kepada Allah (dekat kepada Allah), Ihsan kepada kemanusiaan, berbuat baik dalam kehidupan, dan menjadikan diri kita semakin lebih baik lagi sebagai insan yang Muslim, Mukmin, Muhsin dan Muttaqin,” ujarnya.

BACA JUGA:   Panduan Ibadah Ramadlan pada Masa (Masih) Pandemi COVID-19

Haedar berpesan kepada umat Islam agar menyambut kedatangan Bulan Ramadhan, Bulan Syawal, dan Bulan Zulhijah dengan tarikan napas semangat beribadah. Sebab ibadah itu berkelindan dengan hubungan dengan Allah (habl min allah) yang makin dekat sehingga melahirkan kesalihan nan hakiki.

“Orang yang habl min allahnya baik Insyaallah dia akan selalu berbuat kebaikan, hatta kebaikan itu tidak dipuji orang. Bahkan sebaliknya dia tidak akan berburuk hatta perbuatan buruk itu tidak diketahui orang bahkan tidak mungkin bisa mengelabui orang,” katanya.

“Jika ini terjadi di tubuh kaum muslim Indonesia tidak akan ada korupsi tidak akan ada eksploitasi alam tidak akan ada hubungan-hubungan yang rusak sesama kita biarpun berbeda agama suku ras golongan bahkan perbedaan paham mengenai agama di tubuh satu agama sekalipun,” imbuhnya.

Orang yang habl min allah juga akan melahirkan warga dan elit bangsa yang moralitas, etika akhlak dan budi pekerti, bahkan akal budinya yang utama yang luhur. Karena seluruh gerak tindaknya itu dekat dengan Tuhan dan berkeyakinan selalu diawasi Tuhan yang Maha Segala-galanya.

“Jika moralitas etika dan akhlak elit dan warga bangsa itu luhur dan utama, ini menjadi modal rohaniah terbesar untuk mengelola negara dan mengurus Indonesia menjadi urusan yang bukan hanya pragmatis ke duniaan tetapi juga memiliki nilai profertik Ilahi yang dalam Pancasila itu dibingkai oleh jiwa Ketuhanan Yang Maha Esa,” tuturnya.

Ibadah juga melahirkan kesalehan sosial. Orang Yang Salatnya baik, ibadah haji dan umrahnya baik kepada Allah, maka dia akan berbuat Ihsan serba kebaikan utama bagi sesamanya. inilah yang akan melahirkan keadaban publik. Sebab saat ini kita memerlukan hal tersebut.

BACA JUGA:   Penetapan Hasil Hisab Ramadlan 1443 H.

“Jadikan nilai-nilai dan praktek ibadah beragama setiap agama itu melahirkan keadaan publik yang utama yang mulia yang luhur,” ujarnya.

Terakhir, Haedar berpesan bahwa agama termasuk ibadah yang ada di dalamnya itu harus menjadi energi kolektif kita membangun bangsa membangun kemanusiaan semesta yang luhur.

“Saya yakin nilai-nilai ini yang harus terus kita hidupkan sehingga apapun yang kita lakukan dalam proses berbangsa dan bernegara selalu ada value (nilai) yang utama. Dan bangsa ini memerlukan visi nilai bukan hanya visi pemikiran mudah-mudahan ini menjadi bagian dari komitmen Muhammadiyah untuk menyambut di bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *